Kasus Gayus Berdampak Negatif bagi Iklim Investasi
Pengusaha dan pemerintah menilai kasus mafia pajak Gayus Tambunan akan membuat investor asing enggan melirik Indonesia.
Foto: ASSOCIATED PRESS
Teruskan dengan
Berita Terkait
“Saya rasa baru akan berpengaruh terhadap bursa khususnya, dan perekonomian secara umum, seandainya ada orang-orang politik tertentu terseret kasus ini. Kalau secara politik tidak ada pengaruh terlalu besar, seharusnya untuk ekonomi dan bursa juga secara spesifik, harusnya aman-aman saja," ujar Nico Omer Jonhkheere.
Kekhawatiran akan dampak kasus Gayus Tambunan terhadap perekonomian sempat dikemukakan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, Armida Alisyahbana beberapa waktu lalu. Menteri Armida Alisyahbana mengatakan kasus Gayus Tambunan dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama dari segi investasi. Menteri PPN menambahkan sudah banyak mitra kerja kementerian yang dipimpinnya, di luar kota maupun di luar negeri menanyainya menganai masalah kasus mafia pajak.
Menurut Dinna Wisnu, Dekan Pasca Sarjana Universitas Paramadina, Jakarta, kasus mafia pajak menjadi fenomena saat ini karena ada keraguan pemerintah dalam mengambil keputusan. Diingatkannya kondisi tersebut akan berpengaruh sangat buruk di mata investor.
“Negara-negara lain, investor, pemain bisnis akan mengamati. Bila dalam jangka yang panjang, mereka tidak melihat ada gerakan apa-pun untuk memperbaiki dari pemerintah, maka dampaknya akan buruk. Yang muncul disana adalah distrust (ketidakpercayaan) pada kebijakan yang diambil oleh pemerintah,” jelas Dinna Wisnu.
Agar tidak terulang lagi kasus serupa, Dinna Wisnu berpendapat sudah saatnya pemerintah memberlakukan pajak sesuai koridor terutama untuk kalangan pengusaha.
“Pajak selama ini masih dilihat semata-mata sebagai alat penekan pengusaha, belum sebagai insentif. Ketika kita terdaftar sebagai wajib pajak, mereka akan didatangi oleh banyak sekali petugas-petugas pajak yang minta ini, minta itu dan segala macamnya,” tambah Dinna.
Dinna Wisnu menyayangkan bahwa kasus mafia pajak ini muncul di saat dunia internasional memandang Indonesia sebagai salah satu negara tujuan yang menarik bagi penanaman modal.
KPK akan Lebih Dilibatkan dalam Kasus Gayus Tambunan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan 12 Instruksi, untuk menuntaskan kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan.
Foto: AP
Teruskan dengan
Berita Terkait
- KPK Didesak Seret Miranda Goeltom Jadi Tersangka
- Tokoh, Aktivis Bentuk Gerakan Rakyat Anti-Mafia Hukum
- LSM: Upaya Pemberantasan Korupsi Tahun Ini Mengendur
- Transparansi Internasional: Jumlah Pejabat Korup Bertambah Secara Global
- Busro Muqodas Terpilih Sebagai Ketua KPK
- Kapolri Diminta Usut Tuntas Kasus Gayus Keluar dari Tahanan
- Gayus Kecewa dengan Vonis 7 Tahun Penjara, Denda 300 Juta
- AS Serahkan Soal Pemalsu Paspor Gayus kepada Interpol Indonesia
Presiden Yudhoyono mengatakan, untuk menghindari kejahatan perpajakan maka pemerintah selekasnya akan menata ulang lembaga-lembaga, yang telah terbukti melakukan penyimpangan uang negara. Hal ini disampaikan usai sidang kabinet bidang politik, hukum, dan keamanan, di kantor Presiden, Senin siang.
Dalam sidang tersebut, Presiden Yudhoyono mengeluarkan 12 instruksi; di antaranya meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilibatkan secara lebih banyak dalam pengusutan harta Gayus Tambunan, bersama Kepolisian dan Kejaksaan, serta Pusat Penelusuran Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), dan Satgas Pemberantan Mafia Hukum.
Presiden Yudhoyono mengatakan, “KPK lebih dilibatkan dan dapat didorong untuk melakukan langkah-langkah pemeriksaan yang belum ditangani oleh Polri.”
Presiden juga memerintahkan aparat hukum segera memeriksa 149 perusahaan yang pernah ditangani oleh Gayus Tambunan, jika bukti-bukti sudah cukup. Pekan lalu, Kementerian Keuangan telah menyerahkan berkas 149 perusahaan tersebut kepada KPK.
Menurut Presiden, “149 perusahaan yang disebut-sebut bisa saja ada kaitannya dengan masalah perpajakan, manakala dari hasil penyelidikan sudah ada bukti permulaan yang cukup, dalam arti juga melakukan pelanggaran tentu perlu dilakukan pemeriksaan. Saya instruksikan untuk mengamankan dan mengembalikan uang dan aset-aset negara, termasuk perlunya dilakukan perampasan uang yang diduga hasil korupsi Gayus Tambunan."
AP
Yunus Hussein berkata, “Data-sata sudah dipegang oleh Kapolri, tapi belum ketahuan (jumlah) asetnya, cuma kita minta (bantuan) ke Singapura, Macau, Malaysia, dan Amerika Serikat. Kita punya MoU dengan Macau, Malaysia, Amerika (Serikat). Dengan Singapura enggak ada sama sekali, Amerika positif mau membantu. Selama ini (untuk kasus korupsi) tidak ada MoU pun dia bantu, apalagi kalau sudah ada MoU.”
Menurutnya, Presiden juga mengizinkan penggunaan metode pembuktian terbalik, sesuai dengan peraturan dan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.
“Misalnya ada orang mengaku punya aset Rp 100 Milyar, tapi ternyata setelah diperiksa KPK dia tidak bisa dibuktikan, untuk itu UU-nya harus diubah dulu, UU No. 28 Tahun 1999. Ini justru mempercepat karena dia yang membuktikan bukan jaksa,” demikian Yunus Hussein.
Sementara, Menteri Keuangan Agus Martowardoyo menjelaskan, yang dimaksud dengan 149 perusahaan wajib pajak yang ditangani Gayus Tambunan itu tidak menandakan bahwa sudah pasti seluruh perusahaan itu bersalah. Agus menolak menyebutkan nama-nama perusahaan itu, karena sudah diserahkan kepada Kepolisian dan Kejaksaan Agung.
Inilah Kronologi Kasus Gayus Tambunan
Berikut kronologi kasus terdakwa Gayus:
Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) terdakwa Gayus Halomoan P Tambunan dikirim ke Kejaksaan Agung (Kejagung) oleh tim penyidik Mabes Polri.
Kemudian pihak Kejagung menunjuk 4 jaksa untuk mengikuti perkembangan penyidikan tersebut. Mereka adalah Cirus Sinaga, Fadil Regan, Eka Kurnia dan Ika Syafitri. Berkas perkara tersebut dikirim pada 7 Oktober 2009.
Di dalam SPDP, tersangka Gayus diduga melakukan money laundring, tindak pidana korupsi dan penggelapan. Analisa yang dibangun oleh Jaksa Peneliti melihat pada status Gayus yang merupakan seorang PNS pada Direktorat Keberatan dan Banding Dirjen Pajak kecil kemungkinan memiliki dana atau uang sejumlah Rp 25 Miliar pada Bank Panin, Jakarta.
Setelah Jaksa Peneliti menelusuri alat bukti perkara yang terdiri dari saksi-saksi, keterangan tersangka dari dokumen-dokumen dan barang bukti, ternyata berkas tersebut belum lengkap